Hot
    Responsive Ads
    Home Politik

    Gema Sejarah 350 Tahun: Indonesia-Afrika Selatan Songsong Era Baru Kemitraan Strategis

    4 min read

    -
    Gema Sejarah 350 Tahun: Indonesia-Afrika Selatan Songsong Era Baru Kemitraan Strategis

    Nama Redaksi
    Tim Redaksi

    Pretoria, Afrika Selatan - Gema Sejarah 350 Tahun: Indonesia-Afrika Selatan Songsong Era Baru Kemitraan Strategis. Menelusuri jejak historis 350 tahun hubungan Indonesia dan Afrika Selatan yang berakar kuat, kini kedua negara membuka babak baru kemitraan strategis di bidang ekonomi, pertahanan, dan sosial budaya.

    Gema hubungan bersejarah yang terjalin selama hampir tiga setengah abad kembali menguat saat Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, menyoroti ikatan mendalam antara negaranya dengan Indonesia.

    Dalam sebuah pernyataan penting, Ramaphosa menegaskan bahwa relasi kedua negara memiliki akar yang kuat dan telah berlangsung selama hampir 350 tahun, sebuah sentimen yang menjadi landasan bagi era baru kemitraan strategis yang kini tengah digalakkan bersama Presiden Indonesia, Prabowo Subianto.

    Pernyataan ini bukan sekadar retorika diplomatik, melainkan sebuah pengakuan atas jalinan sejarah, darah, dan kebudayaan yang dimulai jauh sebelum hubungan diplomatik resmi terbentuk pada Agustus 1994.

    Ikatan ini lahir dari jejak perjuangan, solidaritas, dan visi bersama sebagai kekuatan dari belahan bumi selatan (Global South).

    "Hubungan antara Afrika Selatan dan Indonesia berakar kuat pada ikatan sejarah yang membentang lebih dari 350 tahun, dimulai pada abad ke-17 ketika orang-orang keturunan Indonesia pertama kali dibawa ke Cape oleh kolonialis Belanda," ujar Presiden Ramaphosa. Hubungan awal ini meletakkan fondasi bagi hubungan jangka panjang antara kedua negara kita.

    Kini, di tengah dinamika geopolitik global yang penuh ketidakpastian, kedua negara memandang satu sama lain sebagai mitra strategis untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang bersama.

    Pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Cyril Ramaphosa di Istana Merdeka, Jakarta, menjadi tonggak penting yang menegaskan kembali komitmen untuk memperdalam kerja sama di berbagai sektor vital.[1]

    Akar Sejarah: Dari Pengasingan Syekh Yusuf hingga Semangat Anti-Apartheid

    Untuk memahami kedalaman hubungan Indonesia dan Afrika Selatan, kita harus kembali ke abad ke-17. Pada masa itu, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Kompeni Belanda menjadikan Cape Town sebagai tempat pengasingan bagi para pejuang dan tokoh yang menentang kolonialisme di Nusantara.

    Di antara mereka, Syekh Yusuf Al-Makassari, seorang ulama besar dari Gowa, Sulawesi Selatan, menjadi figur sentral.

    Dibuang ke Cape Town pada tahun 1694, Syekh Yusuf tidak menyerah pada penindasan. Beliau justru mendirikan komunitas muslim pertama di Afrika Selatan, menanamkan nilai-nilai Islam, pendidikan, dan semangat perlawanan terhadap penjajahan.

    Jejak dakwah dan perjuangannya begitu mendalam hingga beliau diakui sebagai Pahlawan Nasional di Indonesia dan Afrika Selatan. Warisannya menjadi simbol abadi persaudaraan kedua bangsa.

    Jejak para pejuang Nusantara ini melahirkan komunitas Cape Malay, yang hingga kini menjadi bagian tak terpisahkan dari mosaik budaya Afrika Selatan.

    Pengaruh budaya Melayu, mulai dari kuliner seperti bobotie dan sosatie, hingga beberapa kosakata dalam bahasa Afrikaans seperti "terima kasih" (taramakasie), menjadi bukti nyata warisan diaspora Indonesia yang lestari.[2][3]

    Ikatan historis ini kemudian diperkuat oleh solidaritas politik pada abad ke-20. Indonesia, yang mengusung semangat Dasasila Bandung hasil Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955, menjadi salah satu penentang paling keras terhadap politik apartheid di Afrika Selatan.

    Presiden Ramaphosa mengenang KAA sebagai sumber inspirasi besar bagi para pemimpin perjuangan kemerdekaan di negaranya.[4]

    "Selama bertahun-tahun, rakyat Afrika Selatan menemukan sekutu yang setia dalam diri Indonesia, yang secara konsisten mendukung perjuangan melawan apartheid. Kami akan selalu berterima kasih atas dukungan dan solidaritas rakyat Indonesia," tegas Ramaphosa.

    Dukungan ini menjadi fondasi kokoh bagi hubungan diplomatik formal yang dibangun setelah rezim apartheid runtuh.

    Babak Baru Kemitraan: Ekonomi, Pertahanan, dan Pendidikan

    Memasuki era modern, hubungan historis yang kuat kini ditransformasikan menjadi kemitraan strategis yang konkret dan saling menguntungkan.

    Dalam pertemuan bilateral terbaru, kedua pemimpin negara sepakat untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang.

    1. Ekonomi dan Perdagangan

    Sektor ekonomi menjadi fokus utama, di mana kedua negara mencatat peningkatan volume perdagangan yang signifikan dalam lima tahun terakhir.

    Meskipun demikian, kedua pemimpin sepakat bahwa masih terdapat potensi besar yang belum tergali. Presiden Prabowo Subianto mendorong adanya neraca perdagangan yang lebih seimbang dan mengusulkan pembentukan perjanjian perdagangan preferensial (PTA) atau perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (CEPA) untuk mengatasi hambatan tarif dan non-tarif.

    "Di tengah ketidakpastian ekonomi internasional saat ini, saya pikir sangat penting bagi kita untuk mengembangkan hubungan baru dan hubungan yang lebih kuat," kata Presiden Prabowo.

    Salah satu langkah konkret yang dibahas adalah rencana Indonesia untuk mengimpor komoditas pertanian dari Afrika Selatan, seperti kedelai dan sapi.

    Menteri Luar Negeri Sugiono menjelaskan bahwa impor ini bertujuan untuk memenuhi defisit kebutuhan protein hewani di dalam negeri, terutama untuk mendukung program "Makan Bergizi Gratis". Sebelumnya, rencana penjajakan impor 50.000 ekor sapi dan 300.000 ton kedelai juga telah dibahas.

    Untuk mendorong interaksi bisnis yang lebih intensif, sebuah forum bisnis juga telah digelar yang mempertemukan para pelaku usaha dari kedua negara guna membangun kemitraan komersial yang kuat.

    2. Pertahanan dan Keamanan

    Di bidang pertahanan, Indonesia dan Afrika Selatan sepakat untuk mengakselerasi implementasi perjanjian kerja sama pertahanan yang telah ditandatangani pada tahun 2023.

    Kolaborasi ini akan mencakup berbagai aspek, mulai dari dialog keamanan tahunan, pelatihan personel bersama, hingga kerja sama industri pertahanan.

    Indonesia, melalui PT Pindad, dilaporkan menjalin kerja sama dengan Rheinmetall Denel Munition (RDM) Afrika Selatan untuk suplai produk industri strategis.

    Sementara itu, produk alutsista Indonesia seperti pesawat N-219 buatan PT Dirgantara Indonesia juga menarik minat delegasi Afrika Selatan, membuka peluang ekspor di masa depan.

    Kerja sama ini tidak hanya bertujuan untuk modernisasi alutsista, tetapi juga untuk transfer teknologi yang dapat meningkatkan kapasitas industri pertahanan domestik Indonesia.[5]

    3. Pendidikan dan Sosial Budaya

    Memperkuat hubungan antar masyarakat (people-to-people contact) juga menjadi prioritas. Presiden Prabowo Subianto secara resmi menawarkan beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa Afrika Selatan untuk menempuh pendidikan di Indonesia, baik di tingkat sekolah menengah maupun universitas.

    Inisiatif ini diharapkan dapat mempererat pemahaman dan persahabatan antara generasi muda kedua negara.

    Menatap Masa Depan: Solidaritas Global South di Panggung Dunia

    Sebagai sesama anggota G20 dan BRICS, Indonesia dan Afrika Selatan memiliki visi yang sama untuk memperkuat suara negara-negara berkembang di panggung global.

    Kedua negara memandang pentingnya solidaritas Global South dalam mendorong tatanan dunia yang lebih adil dan inklusif.

    Presiden Prabowo menegaskan, "Afrika Selatan merupakan pemimpin penting di kawasan Afrika dan akan menjadi mitra strategis bagi Indonesia pada tahun-tahun mendatang."

    Sementara itu, Presiden Ramaphosa menyambut baik peran aktif Indonesia dalam forum internasional dan menantikan partisipasi Presiden Prabowo dalam KTT G20 mendatang di Johannesburg.

    Kunjungan kenegaraan dan serangkaian kesepakatan ini menandai komitmen kuat dari Jakarta dan Pretoria untuk tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi juga untuk secara aktif membangun masa depan bersama.

    Berlandaskan fondasi sejarah 350 tahun yang tak lekang oleh waktu, Indonesia dan Afrika Selatan kini melangkah bersama menuju cakrawala baru kemitraan strategis yang lebih kokoh, dinamis, dan saling memberdayakan.

    Komentar
    Additional JS