KPK Usut Tuntas Modus Pencucian Uang dalam Korupsi Kuota Haji Kemenag

Nama Redaksi
Tim Redaksi
JAKARTA, HARIANEXPRESS.COM - KPK Usut Tuntas Modus Pencucian Uang dalam Korupsi Kuota Haji Kemenag. KPK mendalami aliran dana korupsi kuota haji yang diduga digunakan untuk membeli aset. Pasal TPPU akan diterapkan jika uang haram itu sudah beralih bentuk.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan praktik pencucian uang yang melibatkan sejumlah pihak dalam kasus korupsi kuota haji. Lembaga antirasuah ini menyelidiki perpindahan dana yang diterima oknum di lingkungan Kementerian Agama.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, membenarkan penyelidikan tersebut. "Kalau kami temukan nanti bahwa uang hasil tindakan korupsi itu sudah dialihkan, bentuknya mungkin sudah dibelikan kendaraan atau properti lainnya," kata Asep saat dimintai konfirmasi pada Ahad, 28 September 2025.
Bila bukti menunjukkan uang hasil korupsi telah berubah bentuk menjadi barang atau aset, KPK berencana menjerat terduga pelaku dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Asep menegaskan, "Kami akan TPPU-kan, itu kalau sudah memenuhi kriteria untuk di TPPU-kan, seperti itu."
Kasus ini berawal dari aliran dana korupsi pada kuota haji tahun 2024 yang melibatkan berbagai tingkat jabatan di Kementerian Agama. Asep menjelaskan bahwa sejumlah pegawai hingga pejabat tinggi di instansi itu diduga menerima bagian keuntungan dari pengaturan kuota haji khusus.
Menurut Asep, dana tersebut berasal dari biro perjalanan haji yang memperoleh jatah kuota khusus. Besaran kuota untuk setiap agen perjalanan tampaknya bervariasi. "Mungkin kalau biro yang besar dapat kuotanya lebih besar. Kalau biro yang kecil, ya, kebagian 10 atau dibuat 10. Jadi sesuai dengan biro," ucapnya.
Untuk memperoleh satu kursi haji khusus, setiap biro perjalanan harus membayar antara US$ 2.700 hingga US$ 7.000, atau setara dengan Rp 42 juta sampai Rp 115 juta. Meski begitu, Asep belum mengungkap identitas penerima maupun pemberi dana tersebut.
Asep memastikan bahwa aliran uah tersebut tidak berlangsung secara langsung. Dana itu mengalir melalui perantara seperti kerabat atau staf ahli di lingkungan Kementerian Agama. "Jadi tidak directly dari agen travel itu ke pucuk pimpinan di Kemenag," ujarnya.
Skema ini diduga muncul setelah pemerintah Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu kursi. Kuota tambahan ini merupakan hasil diplomasi Presiden Jokowi dengan Kerajaan Arab Saudi.
Sebenarnya, kuota tambahan itu harusnya dialokasikan 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Namun dalam praktiknya, Kementerian Agama justru membaginya secara seimbang, yaitu 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.
KPK menduga skema pembagian ini menguntungkan pihak tertentu, termasuk biro penyelenggara ibadah haji. Calon jemaah yang mampu membayar lebih dapat segera berangkat tanpa melalui antrean panjang seperti yang dialami jemaah haji reguler.
"Memang ada pembagiannya, berapa yang dibagikan, jadi nanti dijual berapa, berapa yang harus dikasih ke oknum di Kemenag," kata Asep saat dimintai konfirmasi pada Ahad, 21 September 2025.
Harap berkomentar yang sopan dan sesuai topik, komentar berisi spam akan dimoderasi. Terima kasih