Pakar Sebut Penonaktifan Anggota DPR Akal-akalan Politik
La Ode Ahmad Muhajir
Tim Redaksi
![]() |
| HARIANEXPRESS.com/HENDRI KURNIAWAN |
Gelombang penonaktifan sejumlah anggota DPR RI oleh partai politik menuai kritik tajam. Pakar hukum tata negara dan administrasi, Herdiansyah Hamzah atau yang akrab disapa Castro, menilai langkah tersebut hanya strategi politik untuk menghindari sorotan publik.
“Saya membaca upaya penonaktifan itu adalah akal-akalan partai politik untuk menghindar dari kritik publik,” ujar Castro dalam keterangan tertulis, Senin (1/9).
Castro, yang juga dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, menjelaskan bahwa istilah “penonaktifan” tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 maupun dalam Peraturan DPR tentang Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2020.
“Dikiranya kita bodoh kali ya. Istilah penonaktifan sekali lagi tidak ada di dalam UU MD3 ataupun Tatib DPR 1/2020,” tegasnya.
Ia menambahkan, dalam peraturan hanya dikenal istilah pemberhentian dan pemberhentian sementara, bukan penonaktifan.
Menurut Castro, penonaktifan tersebut tidak membawa konsekuensi hukum apapun. Seorang anggota DPR yang dinonaktifkan tetap memiliki status penuh sebagai legislator, termasuk hak menerima gaji.
“Mereka tetap anggota DPR dan tetap makan gaji,” imbuhnya.
Castro menegaskan bahwa jika yang dimaksud adalah pemberhentian sementara, mekanismenya sangat berbeda. Pemberhentian sementara harus diputuskan melalui Rapat Paripurna, bukan menjadi kewenangan partai politik.
Castro menjelaskan, pemberhentian sementara biasanya diberlakukan bagi anggota DPR yang menghadapi kasus hukum dengan ancaman pidana di atas lima tahun. Prosesnya berlaku sejak anggota DPR berstatus terdakwa hingga putusan hukum berkekuatan tetap.
“Itu bisa diberhentikan sebagai anggota DPR sementara waktu sepanjang dia menjadi terdakwa,” jelasnya.
“Nanti kalau ada putusan inkrah, baru kemudian diberhentikan secara definitif. Kemudian dilakukan PAW (Pergantian Antar-Waktu). Begitu konteksnya,” lanjut Castro.
Sebelumnya, sejumlah anggota DPR RI dari berbagai partai dinonaktifkan dari keanggotaan fraksi maupun struktur partai. Mereka adalah Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya dan Adies Karding. Langkah ini diambil partai masing-masing usai perilaku atau pernyataan mereka dinilai menimbulkan kegaduhan di publik.

Harap berkomentar yang sopan dan sesuai topik, komentar berisi spam akan dimoderasi. Terima kasih