Hot
    Responsive Ads
    Home Nasional

    Ikhsan Abdullah: UU Jaminan Produk Halal Wajib Ditegakkan Tanpa Terkecuali

    1 min read

    -
    Ikhsan Abdullah: UU Jaminan Produk Halal Wajib Ditegakkan Tanpa Terkecuali

    Ahmad Novianto
    Tim Redaksi

    Ikhsan Abdullah: UU Jaminan Produk Halal Wajib Ditegakkan Tanpa Terkecuali
    HARIANEXPRESS.com/MAWARDI

    JAKARTA, HARIANEXPRESS.com - Founder Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah, menyoroti temuan penggunaan minyak babi dalam proses produksi nampan impor asal Tiongkok yang dipakai dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Menurutnya, persoalan utama bukan pada bahan utama nampan, melainkan tahapan akhir produksinya.

    “Sebenarnya bukan food grade atau nampannya yang mengandung babi. Tapi proses akhirnya dari pembuatan food grade itu yang menggunakan minyak babi,” kata Ikhsan dalam keterangannya, Rabu (3/9/2025).

    Ikhsan menjelaskan, dalam tahap akhir produksi, nampan stainless steel dicelupkan ke minyak berbasis lemak babi agar tidak mudah berkarat dan tidak saling bergesekan. “Minyak babi itu paling efektif dan murah. Itu hasil temuannya,” jelasnya.

    Temuan ini, menurut Ikhsan, harus menjadi peringatan serius bagi pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat. Ia menegaskan pentingnya penegakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

    “UU itu mengatur bahwa semua produk yang beredar wajib bersertifikat halal. Tidak terkecuali produk food grade,” tegas Ikhsan.

    Lebih jauh, Ikhsan mempertanyakan kebijakan impor nampan dari Tiongkok, padahal industri dalam negeri dinilai mampu memproduksi produk serupa dengan kualitas yang tidak kalah baik.

    “Kenapa tidak menggunakan produk yang sejenis yang diproduksi oleh masyarakat kita? Wong bikin kapal saja bisa kok, masak ompreng saja mesti beli di China,” ujarnya.

    Menurutnya, jika diproduksi di dalam negeri, bukan hanya standar halal yang lebih mudah dijaga, tetapi juga memberi dampak ekonomi berantai. “Dengan memproduksi ompreng di sini, tenaga kerja terserap, orang memperoleh nafkah, bisa membeli beras, petaninya juga hidup. Ada multiplier effect. Ini yang tidak dipikirkan. Kita terburu-buru,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Indonesia Business Post (IBP) merilis laporan investigasi di kawasan industri Chaoshan, Provinsi Guangdong, Tiongkok, yang disebut sebagai lokasi produksi ompreng untuk pasar global, termasuk diduga untuk Program MBG.

    Laporan tersebut mengungkap 30–40 pabrik memproduksi ompreng dengan dugaan praktik pemalsuan label “Made in Indonesia” dan logo SNI. Selain itu, ditemukan penggunaan bahan stainless steel tipe 201 yang diduga mengandung mangan tinggi dan tidak cocok untuk makanan asam. Investigasi itu juga menyoroti indikasi penggunaan minyak babi atau lard dalam proses produksi.

    Komentar
    Additional JS